MAROS - Anggota Komisi II DPR RI Aminurokhman menilai pentingnya peningkatan sumber daya manusia (SDM) dan kapasitas kepada kepala desa dan perangkat desa. Bahkan menurutnya hal tersebut menjadi kebutuhan yang mendesak. Pasalnya kepala desa dan seluruh perangkatnya menjadi pimpinan pemerintahan desa, termasuk yang mengelola anggaran dan pelayanan publik. Jika kapasitas pimpinan dan perangkatnya tidak memadai, fungsi-fungsi pelayanan publik tidak akan maksimal, dan berpotensi mengganggu pelayanan kepada masyarakat.
“(Peningkatan kapasitas berupa) leadership itu penting. Kedua manajemen. Keduanya tidak bisa dipisahkan, harus satu paket supaya ada satu pemahaman bahwa mengelola pemerintahan desa itu tidak jauh berbeda dengan pengelolaan yang ada di atasnya, seperti kecamatan, kabupaten, hanya scope-nya saja yang lebih kecil, ” katanya usai mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi II DPR RI dengan perwakilan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, jajaran Pemerintah Kabupaten Maros, perwakilan APDESI Maros, dan beberapa camat dan kepala desa se-Maros, di Maros, Sulsel, Rabu (25/5/2022).
Politisi Partai NasDem yang akrab disapa Amin ini menambahkan, peningkatan kapasitas perangkat desa ini diperlukan mengingat penyelenggaraan pemerintahan desa ini pertanggungjawabannya sama dengan pemerintah daerah. Karena sumber anggarannya dari APBN dan APBD. Menurutnya, ketika pengelolaan anggaran tidak menggunakan prinsip-prinsip tata kelola yang benar, risikonya adalah perangkat desa bisa berhadapan dengan aparat penegak hukum (APH).
“Inilah yang kita tidak kehendaki. Setiap saat rakyat bisa memonitor. Apa yang dilakukan dan diberikan kepada masyarakat itu pasti akan dikoreksi, ” tandasnya.
Namun dalam pertemuan di Maros tersebut, terungkap bahwa dalam pelatihan ataupun pembinaan dari Kementerian Dalam Negeri belum memiliki kurikulum. Menurut Amin, Kemendagri seharusnya ada standardisasi kurikulum yang baku, sehingga pelatihan peningkatan kapasitas ini bisa diimplementasikan. “Minimal silabusnya seperti apa dalam menyelenggarakan pelatihan. Karena dengan kondisi wilayah yang berbeda, identifikasi persoalannya juga berbeda. Tapi standardisasinya harus ada. Nah itu menjadi kewajiban Kemendagri, mungkin bisa dituangkan dalam petunjuk teknis, ” usul Amin.
Di sisi lain, mengemuka persoalan tidak adanya dana operasional yang diberikan kepada perangkat desa. Sementara regulasi yang ada tidak membolehkan mengambil dana operasional dari Alokasi Dana Desa (ADD). “Fungsi layanan desa harus didukung anggaran operasional. Makanya harus ada regulasinya dulu. Jadi dari regulasi itu menyebut secara proporsional, keperluan identifikasi belanja (dana operasional). Selama regulasinya belum ada, dia (perangkat desa) tidak boleh berspekulasi mencari celah (mengalokasikan ADD untuk dana operasional). Karena itu juga akan rawan. Regulasinya belum firm, (kemudian) inisiatif menjadi kebijakan, ” pesan legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur II tersebut. (sf)